Sabtu, 14 April 2012

MENINGKATNYA PANAS BUMI AKIBAT PEMANASAN GLOBAL


MENINGKATNYA PANAS BUMI AKIBAT PEMANASAN GLOBAL


Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Taksiologi Lingkungan
Dosen Pengampu : Ibu Lianah, M.Pd.  




iain-black 







Disusun Oleh

M. IZZUDDIN FIKRI                      113811013
ULIN NUHA                                                 113811018
FATIMATUZ ZAHROH                 113811028



FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011

             I.      PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Pemanasan global sudah tidak asing lagi di telinga. Karena berkaitan erat dengan lingkungan sekitar yang makin lama makin berubah seiring dengan makin banyaknya pembakaran minyak fosil.
Semenjak akhir abad 20 bumi beredar isu tentang lapisan ozon semakin menipis yang diakibatkan sebagian besar dari limbah-limbah pabrik dan hasil dari pembakaran minyak fosil. Selama itu pula manusia mulai merangkak untuk mencari jalan keluar bagaimana cara mengatasi pemanasan global. Karena disamping limbah-limbah pabrik, pembalakan liar dan pembakaran lahan juga menjadi penunjang terjadinya pemanasan global.
Sampai saat ini banyak sekali solusi-solusi yang sudah dikampanye-kan. Mulai dari yang bersifat lokal hingga internasional.

B.        Rumusan Masalah
Pemanasan global atau yang bisa disebut juga dengan global warming menjadi pokok masalah makhluk hidup saat ini, karena hal ini berkaitan erat dengan keberlangsungan hidup. Adapun beberapa masalah yang sangat signifikan adalah :
1)            Apa penyebab bumi semakin lama semakin panas?
2)            Apa operasi industri memberi dampak pada pemanasan global?
3)            Bagaimana cara menanggulangi hal ini?
4)            Apakah AMDAL sudah tepat untuk hal ini?

C.       Tujuan Makalah
Tujuan dari makalah ini adalah
1)      Sebab-sebab mengapa bumi semakin memanas.
2)      Dampak dari operasi industri pada pemanasan global dan cara menanggulanginya.
3)      Ketepatan AMDAL untuk mengatasi permasalahan ini.
          II.      PEMBAHASAN
A.       Penyebab Meningkatnya Panas Bumi
Dengan meningkatnya pembangunan dewasa ini, baik di bidang industri maupun pertanian, maka penggunaan bahan bakar fosil, terutama batu bara dan minyak bumi, akan juga semakin meningkat. Apalagi dengan adanya program perceptan energi pemerintah, sebagai akibat kelangkaan energi olistrik di Indonesia. Direncanakan[1] pemerintah akan membangun pembangkit listrik tenaga uap dengan kapasitas 10.000 MWe di seluruh Indonesia. Pembangunan ini, mau tidak mau akan memberikan asupan emisi gas yang semakin tinggi. Seperti diketahui penggunaan bahan bakar fosil, akan mengeluarkan emisi gas NO2 dan SO2. Apabila konsentrasi emisi gas-gas ini, yaitu NOX dan SOX di atmosfer tinggi, maka masing-masing akan diubah menjadi HNO3 dan H2NO4. Adanya hidrokarbon, NO2, oksida logam Mn (II), Fe (II), Ni (II), dan Cu (II) akan mempercepat reaksi SO2 menjadi H2SO4. Asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2NO4) bersama-sama dengan HCl dari emisi HCl menyebabkan derajad keasaman (pH) air hujan menjadi rendah. Pada umumnya kisaran pH ketika terjadi hujan asam mencapai sekitar 4,0-5,5. Kondisi ini sangat membahayakan daerah sekitarnya, yang menerima hujan asam, termasuk hutan atau danau. Untuk dikethui bahwa derajad keasaman (pH) optimum untuk kehidupan organism air, termasuk ikan adalah 6,5-8,5. Sehingga kehidupan perairan akan terganggu atau bahkan mati apabila pH air < 4 (dead point)
Di samping itu beberapa gas-gas tertentu, terutama CFC, methane, dan CO2 yang dibebaskan ke atmosfer akan memperangkap panas. Sinar matahari yang masuk ke atmosfer 51%-nya diserap oleh permukaan bumi, sebagian disebarkan dan dipantulkan dalam bentuk radiasi panjang gelombang pendek (30%) dan sebagian dalam bentuk radiasi infra merah (70%). Radiasi infra merah yang dipancarkan oleh permukaan bumi tertahan oleh awan. Gas-gas CH4, CFC, NO2, CO2 yang berada di atmosfer mengakibatkan radiasi infra merah yang tertahan akan meningkat. Hal ini menyebabkan temperatur di atmosfer naik atau lebih tinggi.

B.        Akibat Meningkatnya Panas Bumi
Menurut hasil penelitian IPCC (2007) semenjak tahun 1850 tercatat adanya 12 tahun terpanas, dan sebelas diantaranya terjadi dalam 12 tahun terakhir. Lebh lanjut kenaikan temperatur dari periode tahun 1850-1899 sampai periode tahun 2001-2005 tercatat sekitar 0,76oC. Berdasarkan[2] perkiraan 50 tahun mendatang suhu bumi rata-rata akan naik 3oC, di khatulistiwa terjadi kenaikan 1oC dan di kedua kutub naik 7oC. Keadaan ini akan menyebabkan gunung es di kedua kutub akan melelh, dan sebagai akibatnya permukaan air laut akan naik. Maka air laut rata-rata global diperkirakan naik dengan laju rata-rata 1,8 mm/tahun dalam rentang waktu antara tahun 1961 sampai 2003. Kenaikan total muka air laut pada abad ke-20 diperkirakan sekitar 0,17 m. pemanasan global ini tentunya akan terus meningkat dengan percepatan yang lebih tinggi pada abad ke-21 apabila tidak ada upaya penanggulangannya.
Semakin banyaknya pembakaran bakar fosil, seperti batubara (52%), minyak bumi (28,6%), dan gas alam (8,5%) yang dibakar sampai saat ini memungkinkan semakin banyaknya emisi gas CO2 yang dibebaskan ke atmosfer. Apalagi dengan adanya program pemeritah, seperti yang dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 71 Yahun 2006 Tentang Penugasan Kepada PT PLN Persero Untuk Melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Yang Berbahan Bakar Batubara. Pada Perpres tersebut dinyatakan pemerintah menugaskan PT PLN (Persero) untuk membangun pembangkit tenaga listrik dengan bahan bakar batubara berkapasitas 10.000 MW, yang tersebar diseluruh Indonesia, denga rincian 20 unit PLTU di Pulau Jawa dan 60 unit di Luar Jawa. Dengan adanya program ini tentunya akan menambah semakin tingginya emisi gas CO2 yang dibebaskan ke atmosfer. Perlu diketahui untuk membangkitkan energy listrik sebesar 10.000 MW dibutuhka batubara sebanyak 26.000.000 ton/hari atau sekitar 9,5 milyar ton/tahun. Karenanya, mengingat pertambangan batubara adalah pertambangan terbuka, maka dengan menambang batubara harus membuka atau menebang vegetasi yang tumbuh di atasnya. Di sisi lain, jumlah tutupan vegeasi yang ada di daratan, dan diharapkan dapat menyerap CO2 untuk proses fotosintesa, sudah semakin berkurang sebagai akbiat dari pembukaan hutan dan lahan pertanian, baik untuk pemukiman, industri maupun kebakaran hutan. Sehingga aktivitas, seperti penambangan batubara, bijih logam, yang membuka lahan atau batuan penutup bervegetasi, akan memperparah kondisi penyerapan CO2 yang ada di atmosfer bumi. Untuk penambangan batubara, sebagai contoh, apabila ketabalan lapisan batubara dianggap sama 5 m (umumnya berkisar antara 1-6 m), maka untuk menambang sekitar 9,5 milyar ton diperkirakan akan membuka lapisan tanah penutup (over borden) sekitar 247.000.000ha1 per tahunnya.
Berdasarkan hasil penelitian akibat semakin banyaknya CO2 yang dibebaskan ke permukaan bumi, dan di sisi lain luasan tutupan vegetasi yang semakin berkurang, maka jumlah CO2 di atmosfer bumi terus naik dari tahun ke tahun. Lebih lanjut diinformasikan bahwa di atmosfer setiap tahunnya terdapat kelebihan CO2 sekitar 3 metrik ton. Pada umumnya emisi CO2 lebih banyak disuplai dari negara-negara yang incomenya tinggi, dibandingkan dengan negara-negara lainnya.[3]

C.       Penanggulangan Perubahan Iklim Global
Untuk mengatasi perubahan iklim global, menurut hasil konferensi Bali’s UN Famework Convention on Climate Change (UNFCCC), ada beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain, menurunkan emisi gas-gas rumah kaca (greenhouse gases), baik dari aktivitas industri maupun dari aktivitas penggundulan (deforestation) maupun perusakan (degradation) hutan. Untuk mengatasi terus terus naiknya kadar CO2, ada beberapa aksi yang harus dilakukan, yaitu :
1)         Negara maju penyebab emisi CO2 harus membayar biaya polusi, sedangkan negara berkembang berkewajiban menurunkan emisi CO2 dengan sustainabilitas pembangunan ditopang dengan transfer teknologi, dana dan capacity building dari negara maju;
2)         Di dalam negeri, Indonesia perlu menggalakkan pola sustainabilitas pembangunan sekaligus mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
3)         Usaha ini perlu dilaksanakan secara komprehensif dengan semangat “total football,”
Di samping hal di atas, untuk “pabrik” penyerap CO2 (vegetasi), mengingat hutan atau vegetasi daratan jumlahnya sudah menurun[4] atau sudah tidak bisa diandalkan lagi untuk memanfaatkan CO2, maka perlu dicarikan alternatif lain. Untuk mengatasi hal ini, maka pandangan harus dialihkan pada vegetasi yang ada diperairan, khusunya pantai dan laut di wilayah pesisir, seperti mangrove, lamun, terumbu karang, dan vegetasi lainnya, yang ada diekosistem pesisir dan laut.[5]

D.       Lubang Ozon
Ozon adalah gas yang tidak stabil, berwarna biru, mudah mengoxidasi, dan bersifat iritan yang kuat terhadap saluran pernapasan. Sebagaimana jelasnya, ozon didapat secara alamiah di dalam stratosfer sebagian kecil di dalam troposfer, ozon juga merupakan konstituen dari smog (smoke+fog). Secara artifisial ozon didapat dari berbagai sumber seperti peralatan listrik bervoltase tinggi, peralatan sinar rontgen, dan spektograf. Karena ozon bersifat bakterisidal, maka ozon seringkali sengaja dibuat untuk dipakai sebagai desinfektan. [6]
Saat ini lapisan ozon di atas daerah Antartika telah menipis dengan 90%, sehingga tertinggal 10%-nya saja. Luas daerah ysng menipis ini diperkirakan sebesar kontinen Amerika Serikat, dan dikenal sebagai lubang ozon (ozon hole). Dengan demikian, jumlah sinar ultra violet yang sampai ke permukaan bumi menjadi semakin banyak. Penyebab utama terjadinya lubang ozon adalah Chloro-Fluoro-Carbon (CFC) yang sintetis. CFC mulai diproduksi pada tahun 1920m dan digunakan di industri sejak tahun 1930. Dan jenis CFC yang sering digunakan adalah CFC12 dan CFC22 sebagai pendingin lemari es atau ruangan.
Sejak tahun 1975, jumlah CFC yang memasuki atmosfer diperkirakan sebanyak 650.000-750.000 ton per tahun. Bersama-sama dnegn karbon tetrachloride dan metalkhloroform, CFC ini menmbh konsentrasi organokhlorin di dalam atmosfer dari 0,7 ppb, 30 tahun lalu, menjadi 3,5 ppb saat ini. Unsure aktif yang mengurangi lapisan ozon adalah atom khlorin yang merupakan hasil penguraian CFC yang mengabsorbsikan UV berenersi tinggi.[7]

E.        AMDAL
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang sering disingkat dengan AMDAL, lahir karena adanya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat. National Enviromental Plicy Act (NEPA), pada tahun 1969.[8]
Dokumen AMDAL terdiri dari :
1)   Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL), dokumen ini memuat ruang lingkup dan kedalaman kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang akan dilaksanakan sesuai hasil proses pelingkupan;
2)   Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), dokumen ini memuat telaah secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan atau kegiatan berdasarkan arahan yang telah di sepakati dalam dokumen KA-ANDAL;
3)   Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), dokumen ini memuat berbagai upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat rencana usaha dan atau kegiatan; dan
4)   Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL), dokumen ini memuat berbagai rencana pemantauan terhadap berbagai komponen lingkungan hidup yang telah dikelola akibat terkena dampak besar dan penting dari rencana usaha dan atau kegiatan.
Dokumen KA-ANDAL, ANDAL, RKL, dan RPL merupakan satu rangkaian studi yang saling terkait dalam proses penyusunan maupun penilaian. Dan dokumen ini mempunyai sanksi hokum atau pidana yang mengikat bagi setiap perusahaan atau penanggung jawab usaha dan atau kegiatan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 23 Tentang : pengelolaan Lingkungan Hidup, ketentuan pidana bagi perusak lingkungan, tersirat pada Bab IX, pasal 41 dan pasal 42.[9]

       III.      KESIMPULAN
Dari makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa pemanasan global memiliki dampak negatif yang sangat besar bagi keberlangsungan hidup. Mulai dari lapisan ozon yang berlubang, suhu yang semakin meningkat dan musim yang tidak dapat diprediksi.
Maka dari itu perlu adanya gerakan yang mengedepankan praktik daripada omongan belaka. Misalnya dengan melakukan penanaman seribu pohon secara aktif, menghemat penggunaan bahan bakar untuk mengurangi suhu bumi yang makin meningkat.
Disamping itu, untuk lebih spesifiknya. Bisa dilihat dari obyeknya sehingga bisa dientukan vegetasi apa yang bisa tumbuh dan berkembang pada obyek tersebut. Namun, dari seluruh program penanggulangan pemanasan global, perlu diawali kesadaran dari diri masing-masing sehingga penanggulangan bisa dilakukan dengan signifikan dan aktif.

       IV.      PENUTUP
Demikian, makalah ini dibuat. Apa bila ada kesalahan pebulis dan kawan-kawan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Karena kebenaran hanya ada pada Allah dan manusia tempatnya lupa dan salah.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan kawan-kawan pada khususnya dan untuk pembaca pada umumnya.















DAFTAR PUSTAKA

Supriharyono, Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009.

Slamet, Juli Soemirat, Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada Press, Yogyakarta, 2009.

Soemarwoto, Otto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada Press, Yogyakarta, 2007



[1] Prof. Dr. Ir. Supriharyono, MS. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009. Hlm 248.
[2] Ibid. Hlm 249.
[3] Ibid. Hlm 251.
[4] Ibid. Hlm 252.
[5] Ibid. Hlm 253.
[6] Juli Soemirat Slamet, Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2009. Hlm 57
[7] Ibid. Hlm 50.
[8] Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2007. Hlm 1
[9] Juli Soemirat Slamet, Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2009. Hlm 259.

0 komentar:

Posting Komentar